Followers

Thursday, October 3, 2013

ASAL MULA DESA DAKAWU (LEGENDA ANGSA EMAS)

picture was taken from http://wayangkhazanahdunia.blogspot.com/


Dukuh Dakawu yang dahulu kala bernama Dukuh Batu Tulis terletak di Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Bernama Dukuh Batu Tulis karena letaknya dekat dengan sumber mata air Kali Mas tempat ditemukannya prasasti (Batu Tulis) bertuliskan huruf Palawa berbahasa Sanksekerta.
Konon tempat itu dahulu termasuk dalam wilayah bumi perdikan Pangrantunan yang terbentang mulai dari sungai Krasak yang merupakan batas Magelang-Yogyakarta, sampai Bandar Bergota atau pelabuhan Tanjung Mas di Semarang. Ki ageng Soradipayana yang diberi bumi perdikan ini oleh Raja Mataram di Kartasura. Ki Ageng Soradipayana mempunyai dua orang putra. Yang sulung bernama Kyai Ageng Gajahsora di beri tanah bagian utara yang disebut Bumi Perdikan Banyu Biru dan yang bungsu bernama Kyai Ageng Lembusora mendapat tanah bagian selatan, dari desa Pamingit hingga sungai Krasak, disebut Perdikan Pamingit.

Rumah ki Ageng Soradipayana berada kurang lebih 1,5 km di sebelah selatan Dukuh Batu Tulis, tepatnya di Kelurahan Donorojo di Kecamatan Tegalrejo. Bekas rumah ki Ageng Soradipayana sekarang sudah tidak ada lagi karena sudah berubah menjadi Tegal Gede.

Konon, di kampung Batu Tulis pada suatu masa pernah terjadi hal yang sangat aneh. Seluruh penduduk kampung digemparkan oleh hilangnya bayi yang baru lahir tanpa ada jejak yang ditemukan. Kegemparan ini terus berlanjut karena setiap ada bayi lahir selalu saja hilang tanpa jejak, dan itu terjadi berulang-ulang sehingga menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada seluruh penduduk. Mulanya warga desa menganggap bahwa bayi-bayi tersebut dibawa oleh demit atau sebangsa makhluk halus, sehingga beberapa utusan pun menghadap Ki Ageng Soradipayana untuk meminta petunjuk.

Ki Ageng Sora Dipayana lalu bersabda agar dukuh BatuTulis pindah ke sebalah Selatan tidak jauh dari desa semula. Tempat yang baru itu tepat di sebelah utara sungai bernama Kali Segara. Namun, musibah itu tetap saja berlanjut, bahkan lebih parah karena bayi bisa juga hilang pada siang hari. Maka tetuwa desa itu yang bernama mbah Endong (beliau adalah orang yang suka menanam Mendong yang merupakan bahan untuk membuat tikar) kembali menghadap Ki Ageng Soradipayana.

Kali ini Ki Ageng Soradipayana menyuruh warga desa untuk mencari abu sebanyak-banyaknya untuk ditaburkan di jalan, di halaman depan, samping dan belakang rumah di seluruh pedukuhan Batu Tulis. Ki Ageng juga melarang warga untuk keluar rumah di malam hari.  Perintah Ki Ageng benar-benar dilaksanakan. Ketika ada bayi lahir dan seluruh jalan dan sekitar rumah ditaburi dengan abu, maka keesokan harinya terjadilah peristiwa yang menggemparkan dukuh kecil itu. Pagi itu ada seekor ular sebesar pohon kelapa melingkar di halaman rumah pemilik bayi. Hanya ekor dan telinganya yang bergerak-gerak, sedangkan seluruh tubuhnya tertutup abu tebal sehingga ia tidak bias berjalan.

Ternyata makhluk mirip ular itu adalah ikan air tawar dari Kedung Gupit yang ada di Sungai Segara. Ikan besar itu adalah ikan pelus atau yang disebut uling. Dan yang terlihat seperti telinga itu adalah siripnya. Ikan Pelus raksasa itulah rupanya yang telah mencuri bayi-bayi yang hilang itu. Diceritakan bahwa ikan Pelus tersebut telah di rasuki oleh Demit yakni sebangsa makhluk halus.

Ki Ageng Soradipayana kemudian mengubah nama Dukuh Batu Tuli menjadi Dukuh Dakawu yang merupakan singkatan dari Mundhak Karana Awu (bahasa Jawa) yang artinya jumlah penduduknya bertambah karena abu.

Konon cerita ini bukanlah dongeng namun riwayat yang dikisahkan turun temurun.

Dikisahkan bahwa di atas Batu Tulis atau Prasasti di desa Dakawu tersebut pada malam Jum’at Kliwon sering terlihat seekor angsa (dalam bahasa Jawa angsa disebut ‘Banyak’) emas, sehingga di sekitar tempat itu menjadi terang benderang seperti siang. Bahkan pada sekitar tahun 1940 an, pernah ada beberapa serdadu Belanda utusan Tuan Residen Kedu ingin memikat Banyak Emas tersebut, namun tidak berhasil dan emas pemikat yang berupa emas batangan itu pun hilang.

Sedangkan di Tegal gede yang merupakan bekas rumah Ki Ageng Soradipayana pada malam Jum’at Kliwon sering terlihat berates-ratus lampu beragam cahayanya. Menurut cerita lampu-lampu gemerlap itu berwarna kuning dan berasal dari uang ringgit yang banyaknya satu Klawoh dan terpendam di tempat itu. Konon sudah banyak orang pintar yang berusaha mengambil ringgit emas tersebut namun tidak ada yng berhasil. 






Magelang, 26-6-2013

(Seperti dikisahkan oleh Eyang Sutito/Suisnen yang lahir pada 18 Mei 1932)

1 comment: